Ramadhan

Ramadhan di depan mata. Sudah kucium semerbaknya. Sudah kusentuh hangatnya. Sudah kudengar merdunya.

Ramadhan sudah menyapa. Dia tawarkan malam-malam panjangnya. Dia tawarkan pahala yang dilipatgandakan. Dia tawarkan lailatul qodar.

Ramadhan seperti medan peperangan melawan hawa nafsu. Aku adalah salah satu pesertanya. Akankah aku menang dengan membawa pulang pahala, keindahan malam 1000 bulan dan kembali sucinya diri. Atau aku akan kalah bersimbah penyesalan telah membiarkan dia berlalu sia-sia.

Ya Allah, sampaikanlah aku pada ramadhan tahun ini. Amin Ya Robb..

Syarat Wajib dan Cara Mengeluarkan Zakat Mal

Berbagai pertanyaan masuk ke meja redaksi muslim.or.id, berkaitan dengan zakat mal. Untuk melengkapi dan menyempurnakan pemahaman tentang zakat tersebut, maka berikut ini kami ringkas satu tulisan ustadz Kholid Syamhudi dari majalah As Sunnah edisi 06 tahun VII/2003M.

Syarat seseorang wajib mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:

  1. Islam
  2. Merdeka
  3. Berakal dan baligh
  4. Memiliki nishab

Makna nishab di sini adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah,

“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (Qs. Al Baqarah: 219)

Makna al afwu (dalam ayat tersebut-red), adalah harta yang telah melebihi kebutuhan. Oleh karena itu, Islam menetapkan nishab sebagai ukuran kekayaan seseorang.

Syarat-syarat nishab adalah sebagai berikut:

1. Harta tersebut di luar kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat yang dipergunakan untuk mata pencaharian.

2. Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab dengan dalil hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun).” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh al AlBani)

Dikecualikan dari hal ini, yaitu zakat pertanian dan buah-buahan. Karena zakat pertanian dan buah-buahan diambil ketika panen. Demikian juga zakat harta karun (rikaz) yang diambil ketika menemukannya.

Misalnya, jika seorang muslim memiliki 35 ekor kambing, maka ia tidak diwajibkan zakat karena nishab bagi kambing itu 40 ekor. Kemudian jika kambing-kambing tersebut berkembang biak sehingga mencapai 40 ekor, maka kita mulai menghitung satu tahun setelah sempurna nishab tersebut.

Nishab, Ukuran dan Cara Mengeluarkan Zakatnya

1. Nishab emas

Nishab emas sebanyak 20 dinar. Dinar yang dimaksud adalah dinar Islam.
1 dinar = 4,25 gr emas
Jadi, 20 dinar = 85gr emas murni.

Dalil nishab ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas – sampai memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka terdapat padanya zakat ½ dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan hal itu, dan tidak ada zakat pada harta, kecuali setelah satu haul.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi)

Dari nishab tersebut, diambil 2,5% atau 1/40. Dan jika lebih dari nishab dan belum sampai pada ukuran kelipatannya, maka diambil dan diikutkan dengan nishab awal. Demikian menurut pendapat yang paling kuat.

Contoh:
Seseorang memiliki 87 gr emas yang disimpan. Maka, jika telah sampai haulnya, wajib atasnya untuk mengeluarkan zakatnya, yaitu 1/40 x 87gr = 2,175 gr atau uang seharga tersebut.

2. Nishab perak

Nishab perak adalah 200 dirham. Setara dengan 595 gr, sebagaimana hitungan Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin dalam Syarhul Mumti’ 6/104 dan diambil darinya 2,5% dengan perhitungan sama dengan emas.

3. Nishab binatang ternak

Syarat wajib zakat binatang ternak sama dengan di atas, ditambah satu syarat lagi, yaitu binatanngya lebih sering digembalakan di padang rumput yang mubah daripada dicarikan makanan.

“Dan dalam zakat kambing yang digembalakan di luar, kalau sampai 40 ekor sampai 120 ekor…” (HR. Bukhari)

Sedangkan ukuran nishab dan yang dikeluarkan zakatnya adalah sebagai berikut:

a. Onta
Nishab onta adalah 5 ekor.
Dengan pertimbangan di negara kita tidak ada yang memiliki ternak onta, maka nishab onta tidak kami jabarkan secara rinci -red.

b. Sapi
Nishab sapi adalah 30 ekor. Apabila kurang dari 30 ekor, maka tidak ada zakatnya.

Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

 /* Style Definitions */
 table.MsoNormalTable
 {mso-style-name:”Table Normal”;
 mso-tstyle-rowband-size:0;
 mso-tstyle-colband-size:0;
 mso-style-noshow:yes;
 mso-style-parent:””;
 mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
 mso-para-margin:0cm;
 mso-para-margin-bottom:.0001pt;
 mso-pagination:widow-orphan;
 font-size:10.0pt;
 font-family:”Times New Roman”;
 mso-ansi-language:#0400;
 mso-fareast-language:#0400;
 mso-bidi-language:#0400;}

Jumlah Sapi

Jumlah yang dikeluarkan

30-39 ekor

1 ekor tabi’ atau tabi’ah

40-59 ekor

1 ekor musinah

60 ekor

2 ekor tabi’ atau 2 ekor tabi’ah

70 ekor

1 ekor tabi dan 1 ekor musinnah

80 ekor

2 ekor musinnah

90 ekor

3 ekor tabi’

100 ekor

2 ekor tabi’ dan 1 ekor musinnah

Keterangan:

  1. Tabi’ dan tabi’ah adalah sapi jantan dan betina yang berusia setahun.
  2. Musinnah adalah sapi betina yang berusia 2 tahun.
  3. Setiap 30 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor tabi’ dan setiap 40 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor musinnah.

c. Kambing

Nishab kambing adalah 40 ekor. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

 /* Style Definitions */
 table.MsoNormalTable
 {mso-style-name:”Table Normal”;
 mso-tstyle-rowband-size:0;
 mso-tstyle-colband-size:0;
 mso-style-noshow:yes;
 mso-style-parent:””;
 mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
 mso-para-margin:0cm;
 mso-para-margin-bottom:.0001pt;
 mso-pagination:widow-orphan;
 font-size:10.0pt;
 font-family:”Times New Roman”;
 mso-ansi-language:#0400;
 mso-fareast-language:#0400;
 mso-bidi-language:#0400;}

Jumlah Kambing

Jumlah yang dikeluarkan

40 ekor

1 ekor kambing

120 ekor

2 ekor kambing

201 – 300 ekor

3 ekor kambing

> 300 ekor

setiap 100, 1 ekor kambing

4. Nishab hasil pertanian

Zakat hasil pertanian dan buah-buahan disyari’atkan dalam Islam dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-An’am: 141)

Adapun nishabnya ialah 5 wasaq, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Zakat itu tidak ada yang kurang dari 5 wasaq.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Satu wasaq setara dengan 60 sha’ (menurut kesepakatan ulama, silakan lihat penjelasan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 3/364). Sedangkan 1 sha’ setara dengan 2,175 kg atau 3 kg. Demikian menurut takaaran Lajnah Daimah li Al Fatwa wa Al Buhuts Al Islamiyah (Komite Tetap Fatwa dan Penelitian Islam Saudi Arabia). Berdasarkan fatwa dan ketentuan resmi yang berlaku di Saudi Arabia, maka nishab zakat hasil pertanian adalah 300 sha’ x 3 kg = 900 kg. Adapun ukuran yang dikeluarkan, bila pertanian itu didapatkan dengan cara pengairan (atau menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya sebanyak 1/20 (5%). Dan jika pertanian itu diairi dengan hujan (tadah hujan), maka zakatnya sebanyak 1/10 (10%). Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Pada yang disirami oleh sungai dan hujan, maka sepersepuluh (1/10); dan yang disirami dengan pengairan (irigasi), maka seperduapuluh (1/20).” (HR. Muslim 2/673)

Misalnya: Seorang petani berhasil menuai hasil panennya sebanyak 1000 kg. Maka ukuran zakat yang dikeluarkan bila dengan pengairan (alat siram tanaman) adalah 1000 x 1/20 = 50 kg. Bila tadah hujan, sebanyak 1000 x 1/10 = 100 kg

5. Nishab barang dagangan

Pensyariatan zakat barang dagangan masih diperselisihkan para ulama. Menurut pendapat yang mewajibkan zakat perdagangan, nishab dan ukuran zakatnya sama dengan nishab dan ukuran zakat emas.

Adapun syarat-syarat mengeluarkan zakat perdagangan sama dengan syarat-syarat yang ada pada zakat yang lain, dan ditambah dengan 3 syarat lainnya:

1) Memilikinya dengan tidak dipaksa, seperti dengan membeli, menerima hadiah, dan yang sejenisnya.
2) Memilikinya dengan niat untuk perdagangan.
3) Nilainya telah sampai nishab.

Seorang pedagang harus menghitung jumlah nilai barang dagangan dengan harga asli (beli), lalu digabungkan dengan keuntungan bersih setelah dipotong hutang.

Misalnya: Seorang pedagang menjumlah barang dagangannya pada akhir tahun dengan jumlah total sebesar Rp. 200.000.000 dan laba bersih sebesar Rp. 50.000.000. Sementara itu, ia memiliki hutang sebanyak Rp. 100.000.000. Maka perhitungannya sebagai berikut:

Modal – Hutang:

Rp. 200.000.000 – Rp. 100.000.000 = Rp. 100.000.000

Jadi jumlah harta zakat adalah:

Rp. 100.000.000 + Rp. 50.000.000 = Rp. 150.000.000

Zakat yang harus dibayarkan:

Rp. 150.000.000 x 2,5 % = Rp. 3.750.000

6. Nishab harta karun

Harta karun yang ditemukan, wajib dizakati secara langsung tanpa mensyaratkan nishab dan haul, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Dalam harta temuan terdapat seperlima (1/5) zakatnya.” (HR. Muttafaqun alaihi)

Cara Menghitung Nishab

Dalam menghitung nishab terjadi perbedaan pendapat. Yaitu pada masalah, apakah yang dilihat nishab selama setahun ataukah hanya dilihat pada awal dan akhir tahun saja?

Imam Nawawi berkata, “Menurut mazhab kami (Syafi’i), mazhab Malik, Ahmad, dan jumhur, adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya – dan (dalam mengeluarkan zakatnya) berpedoman pada hitungan haul, seperti: emas, perak, dan binatang ternak- keberadaan nishab pada semua haul (selama setahun). Sehingga, kalau nishab tersebut berkurang pada satu ketika dari haul, maka terputuslah hitungan haul. Dan kalau sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungannya lagi, ketika sempurna nishab tersebut.” (Dinukil dari Sayyid Sabiq dari ucapannya dalam Fiqh as-Sunnah 1/468). Inilah pendapat yang rajih (paling kuat -ed) insya Allah. Misalnya nishab tercapai pada bulan Muharram 1423 H, lalu bulan Rajab pada tahun itu ternyata hartanya berkurang dari nishabnya. Maka terhapuslah perhitungan nishabnya. Kemudian pada bulan Ramadhan (pada tahun itu juga) hartanya bertambah hingga mencapai nishab, maka dimulai lagi perhitungan pertama dari bulan Ramadhan tersebut. Demikian seterusnya sampai mencapai satu tahun sempurna, lalu dikeluarkannya zakatnya. Demikian tulisan singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat.

***

Diringkas dari tulisan: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Dipublikasikan ulang oleh www.muslim.or.id

Surat dari Ibunda yang Hatinya Terkoyak…….

“Ananda…

Ini surat dari seorang ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu, seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.

Sejak dokter mengabari tentang kehamilanku, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat di depan mataku saat aku melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami.

Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.

Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.

Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat anakku.

Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan.

Ananda…

Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih kepadanya. Sementara bu telah seian lama berbuat baik kepada dirimu. Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu? Apakah engkau sudah kehabisan rasa kasihmu pada Ibu? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu enggan melihat dan mengunjungi Ibu? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu, mana upah Ibu selama ini?

Ananda…

Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan luluh untuk wanita tua yang sudah lemah memelas dan dirudung kerinduan, sekaligus duka dan kesedihan? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan menyertmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati melakukannya,

Ananda…

Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya diriku…

Ananda…

Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan dari jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah, kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.

Ananda…

Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah air mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika engkau ingin merobek-robek surat ini. Ketauhilah, “Barangsiapa beramal shalih maka itu buat dirinya sendiri. Dan orang yang beruat jelek, maka itu (juga) menjadi tanggungannya sendiri.”

Ananda…

Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui. Ingatlah belaian sayang dan kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah….. Ingatlah….. Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat: “Wahai, Rabbku, sayangilah mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku kecil.”

Ananda…

Allah berfirman, “Dan dalam kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal…” (Yusuf: 111)

Pandanglah masa teladan dalam Islam, masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, supaya engkau memperoleh potret bakti anak kepada orang tua.”

(( Disalin dari Sutra Kasih Ibunda karya Al-Ustadz Abu Umar Basyir, dipublikasikan kembali oleh http://salafiyunpad.wordpress.com ))

Mulia Di Akhirat & Meraih Dunia dengan Ilmu

”Hidup bahagia,mati masuk syurga” yup,pasti setiap orang ingin seperti itu.Jadi apa yang dapat kita lakukan untuk mewujudkannya?

Allah Ta’ala telah mengajarkan sebuah doa dalam firmanNya:

”Wahai Rabb kami,berilah kami kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat” (QS.Al-Baqarah : 201)

Al-Hasan rahimahullah (wafat th. 110 H) berkata, ”Yang dimaksud kebaikan dunia adalah ilmu dan ibadah, dan kebaikan akhirat adalah Syurga ”Sedangkan Ibnu Wahb (wafat th.197 H) rahimahullah berkata, ”Aku mendengar Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata ”Kebaikan di dunia adalah rizki yang baik dan ilmu, sedangkan kebaikan di akhirat adalah syurga”
Perhatikanlah bagaimana para ulama memegang ilmu sebagai sumber kebaikan di dunia,yang dengannya dapat diraih pula kebaikan di akhirat berupa syurga.Karena itu, hal utama yang harus kita lakukan untuk mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat adalah dengan terus menerus mengejar ilmu dengan mengikhlaskan niat karena Allah Ta’ala.Ilmu yang dimaksud adlah ilmu yang bermanfaat.

Imam Ibnu Rajab (wafat th.795 H) rahimahullah mengatakan bahwa ”Ilmu yang bermanfaat menunjukkan pada dua hal : Pertama,mengenal Allah Ta’ala dan segala pa yang menjadi hak-Nya berupa nama-nama yang indah, sifat-sifat yang mulia, dan perbuatan-perbuatan yang agung. Hal ini mengharuskaan adanya pengagungan, rasa takut,cinta,harap,dan tawakkal kepada Allah serta ridha terhadap takdir dan segala musibah yang Allah Ta’ala berikan.

Kedua, mengetahui segala apa yang dibenci dan dicintai Allah Azza wa Jalla dan menjauhi apa yang dibenci dan dimurkai olehNya berupa keyakinan, perbuatan yang lahir dan bathin. Hal ini emengharuskan orang yang mengetahuinya untukbersegera melakukan segala apa yang dicintai dan diridhoi oleh Allah Ta’ala dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya. Apabila ilmu itu menghasilkan kedua hal ini bagi pemiliknya, maka inilah ilmu yang bermanfaat.

Kapan saja ilmu itu bermanfaat dan menancap dalam hati maka sungguh, hati itu akan tunduk dan meras patuh pada Allah Azza wa Jalla, jiwa merasa cukup dan puas dengan sedikit dari keuntungan dunia yang halal dan merasa kenyang dengannya sehingga hal itu menjadikannya qanaah dan zuhud di dunia.”

Rasululah Salallahu Allaihi Wasallam mendoakan orang-orang yang mendengarkan sabda beliau dan memahaminya dengan keindahan dan berserinya wajah. Beliau bersabda :

”Semoga Allah memberikan cahaya pada wajah orang yang mendengarkan sebuah hadist dari kami, lalu menghafalkannya dan menyampaikannya kepada orang lain. Banyak orang yang membawa fiqih namun dia tidak memahami. Dan banyak orang yang menerangkan fiqih pada orang yang lebih faham darinya. Ada tiga hal yang tidak dapat dpungkiri hati seorang muslim selama-lamanya: melakukan sesuatu dengan ikhlas karena Allah, menasehati ulul amri (penguasa) dan berpegang teguh pada jama’ah kaum muslimin,karena do’a mereka meliputi orang-orang ayng berada dibelakang mereka.”

Beliau bersabda,

”Barangsiapa yang keinginannya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan kekuatannya,menjadikan kekayaan di hatinya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. Namun barangsiapa yang niatnya mencari dunia, Allah akan mencerai-beraikan urusan dunianya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia mendapat dunia menurut apa yang tealah ditetapkan baginya.” (Hadist Shahih diriwayatkan oleh Ahmad (V/183),ad-Darimi(I/75),Ibnu Hibban (no 72,73-Mawarid),Ibnu’Abdil Barr dalam Jaami’Bayaanil’Ilmi wa Fadhlihi(I/175-176,no.184),lafazh hadist ini milik Imam Ahmad dari Abdurrahman bin Aban bin ’Utsman radhiyallahu’anhum)

Jadi, ayo semangat menuntut ilmu..!! supaya bahagia dunia dan akhirat, insyaAllah. Jangan lupa ikhlaskan niat pada Allah Subhanahu Wata’ala.

Israil bin Yunus (wafat th.160 H) rahimahullah mengatakan,

”Barangsiapa menuntut ilmu karena Allah Ta’ala, maka ia mulia dan bahagia di dunia.Dan barangsiapa menuntut ilmu bukan karena Allah, maka ia merugi di dunia dan akhirat.”

Dan diantara doa yang Rasulullah ucapkan adalah : ”Ya Allah, aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat,rizki yang halal, dan amal yang diterima.”

Wallahu’alam bishowab

Disarikan dari buku: Menuntut Ilmu Jalan Menuju Syurga, oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawaz

Wafa Idris – Perempuan Pelaku Bom Syahid Palestina Pertama

Minggu, 27 Januari 2002. Seorang perempuan yang mengenakan mantel modern bergaya barat, selendang di leher dan dagu, bermata cokelat bagai kulit rusa, berambut ikal panjang, dilengkapi make up yang sempurna, tersenyum hangat dan riang ketika memasuki pusat perbelanjaan di Yerusalem. Ia mendatangi toko sepatu dan pakaian seraya melihat-lihat seperti layaknya pengunjung lain. Tak seorang pun mengira kalau di tas punggungnya terdapat sepuluh kilogram bahan peledak yang dibubuhi banyak paku. Sebuah bom yang mematikan.

Tiba-tiba dia gugup dan bergegas menuju pintu toko, berhenti, lalu memasukkan tangannya ke ransel untuk mengambil bedak dan lipstik. Ketika berusaha menahan pintu dengan satu kaki agar pintu itu tetap terbuka sambil memegang cermin untuk merapikan make up-nya, tasnya tersangkut. Ia berusaha memutar posisi untuk melepas tas, namun tas itu langsung meledak. Bum! Perempuan itu langsung tewas beserta satu orang Israel yang sudah tua serta ratusan orang yang terluka.

Perempuan itu bernama Wafa Idris. Dia menjadi pelaku bom bunuh diri perempuan pertama dalam Islam. Di pagi hari sebelum bom meledak, almarhum Yasser Arafat, pemimpin Palestina saat itu, berpidato mengobarkan semangat kesyahidan kepada lebih dari seribu perempuan Palestina, “Kalian adalah Pasukan Mawarku yang akan menghancurkan tank-tank Israel.” Kalimat itu langsung direspons Wafa di sore harinya. Ia menjadi syahidah pertama, Pasukan Mawar Arafat. Peran yang mungkin luhur dan mulia. Kisah ini diceritakan dengan detail oleh Barbara Victor dalam bukunya Army of Roses.

Sejak saat itu, peran perempuan Palestina berubah. Mereka tak lagi menjadi ibu yang terpaksa melepas putranya ditawan, isteri yang merelakan suaminya raib, saudari yang menyaksikan saudaranya tewas diterjang peluru atau meledakkan diri. Mereka mulai memilih opsi meledakkan diri dan mengambil posisi setara dengan lelaki yang selama ini melakukan peran itu. Mereka konon akan mendapat imbalan yang sama: kemuliaan hidup di surga.

Untuk perempuan seperti Wafa yang miskin dan dicerai suami karena tak bisa punya anak—alasan yang cukup untuk membuat perempuan merasa tidak berharga—kesetaraan dan imbalan surga adalah inti dari harapan yang benar-benar memikat. Bom bunuh diri menjadi jalan satu-satunya untuk menjadi perempuan sempurna (al-mar’ah al-kamilah).

Namun, kesetaraan untuk Wafa benar-benar pantas diragukan. Seperti ditulis Barbara, di tempat dimana pemahaman Islam masih sangat konservatif, tak sepenuhnya laki-laki dapat menerima perempuan sebagai sesama, atau menghormati mereka sebagai prajurit yang berkedudukan setara dengan mereka. Hubungan antara calon syahidah dan laki-laki yang merekrut, membujuk, serta melatihnya, sudah berbeda sejak awal hanya karena ia perempuan. Perempuan seperti Wafa mungkin hanya “dimanfaatkan” untuk menjadi martir.

Begitu pula dengan imbalan surga. Tak ada imajinasi tentang surga buat perempuan. Selama ini, tata kehidupan surgawi digambarkan dengan sangat maskulin. Tak heran bila laki-laki yang memilih bom bunuh diri sangat mendambakan kehidupan di sana. Mereka meyakini, ketika jasad lepas dari raga, empat puluh bidadari akan menyambut dan mereka akan tinggal di sana selamanya dengan pelayanan bidadari-bidadari itu. Kita tak tahu, bagaimana nuansa surga tatkala menerima jasad syahidah. Akankah ia disambut empat puluh bidadara (istilah nenek saya ketika menyebut bidadari laki-laki)?

Saya menghormati Wafa karena keberaniannya memilih cara mati seperti itu. Mungkin juga itu sesuai dengan kondisi negerinya. Namun pilihan Wafa itu hendaknya tidak menginspirasi perempuan-perempuan lain untuk ikut serta. Pilihan medang juang untuk setara, tentu banyak jalannya. Begitu juga dengan cara berjihad. Ada banyak pintu menuju surga, kata Cak Nur. Kita pun tak pernah tahu, seperti apa surga buat kaum perempuan. Jadi, sudah selayaknya kita membuat surga di dunia. [original by Nong Darol Mahmada ]

Buku : Nabi Muhammad, Buta Huruf atau Genius?

Buku baru yang masih diperdebatkan…

———————————————–

Judul : Nabi Muhammad, Buta Huruf atau Genius?
(Mengungkap Misteri “Keummian” Rasulullah)
Pengarang : Syekh Al-Maqdisi
Pengantar : Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M.A.
Penerjemah : Abu Nayla
Penerbit : Nun Publisher, April 2007, 144 hlm. Rp 20.000,-
Kunjungi : http://nmbhag. nunpublisher. com

Runtuhnya Mitos Kebutahurufan Nabi Muhammad

//Ajaran bahwa Rasulullah tidak mampu baca-tulis adalah sebuah
kekeliruan tafsir sejarah yang konyol. Inilah buku kontroversial yang
mematahkan mitos kebutahurufan Nabi Muhammad//.

Kalau ada umat yang begitu bangga menerima kenyataan bahwa pemimpin
atau nabi-nya sebagai sosok yang buta huruf, itulah umat Islam. Tak
ada lain. Sejak kecil, ketika seorang anak muslim mulai mengenal
baca-tulis, ajaran bahwa Nabi adalah sosok yang buta huruf selalu
ditekankan.

Kebutahurufannya seakan menjadi kenyataan yang patut dibanggakan dan
bisa membangun kepercayaan diri umat Islam! Pertanyaannya, benarkah
ajaran itu? Atas dasar apa Nabi dianggap sebagai sosok yang buta
huruf? Apakah ia pernah menyatakan dirinya betul-betul tidak mampu
membaca dan menulis sejak kecil hingga akhir hayatnya? Lalu, jika ada
anggapan ia mampu membaca dan menulis, apakah itu akan mengurangi
keabsahannya sebagai utusan Allah?

Bagi Syekh Al-Maqdisi, jawabannya cukup jelas: Ada tafsir sejarah yang
keliru terhadap kapasitas Rasulullah, khususnya dalam soal baca-tulis.
Dan semua itu, bersumber dari kekeliruan kita dalam menerejamahkan
kata “ummi” dalam Alquran maupun Hadis, yang oleh sebagian besar umat
Islam diartikan “buta huruf”.

Menurut Al-Maqdisi, “ummi” memang bisa berarti “buta huruf”, tapi
ketika menyangkut Nabi Muhammad, “ummi” di situ lebih berarti orang
yang bukan dari golongan Yahudi dan Nasrani. Pada masa itu, kaum
Yahudi dan Nasrani sering kali menyebut umat di luar dirinya sebagai
orang-orang “ummi” atau “non-Yahudi dan non-Nasrani” . Termasuk
Rasulullah dan orang Arab lainnya.

Selain itu, kata “ummi” di situ juga bisa merujuk pada kata “umm” atau
ibu kandung. Jadi, maknanya adalah “orang-orang yang seperti masih
dikandung oleh rahim ibunya, sehingga belum tahu apa-apa”.

Dalam buku ini, Syekh Al-Maqdisi menunjukkan bukti-bukti otentik
(hadis) yang menunjukkan fakta sebaliknya bahwa Rasulullah adalah
sosok yang justru pintar membaca dan menulis. Antara lain, sebuah
hadis yang diungkapkan Zaid bin Tsabit bahwa Nabi pernah bersabda:
“Jika kalian menulis kalimat Bismillahirrahmanir rahim, maka
perjelaslah huruf sin di situ.”

Pikirkan, kalau untuk soal huruf saja ia memperhatikan, ibarat seorang
editor naskah, mungkinkah Nabi seorang yang buta huruf? Buku Maqdisi
ini, sekali lagi, mematahkan semua kekeliruan sejarah ini.

“Dengan bahasa yang lugas, Syekh Al-Maqdisi menggiring kita pada
suatu cara pandang kesejarahan yang sungguh baru mengenai ‘keummian’
Nabi Muhammad.”
—Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA

“Nabi memang ummi, tetapi beliau mampu membaca dan menulis.”
—Dr. Muhammad Syahrur, Penulis Al-Kitâb wal Qur’ân,

“Makna kata ummi bukanlah tidak mampu membaca dan menulis, tapi
merujuk pada kata umm (ibu kandung).”
—Abdul Karim Al-Hairi, Penulis An-Nabiyyul Ummiy

Ayat-Ayat Allah dalam Dunia Sains Modern

AYAT SUCI DALAM KROMOSOM MANUSIA

Seorang ilmuwan yang penemuannya sehebat Gallileo, Newton dan
Einstein yang berhasil membuktikan tentang keterkaitan antara Alquran
dan rancang struktur tubuh manusia adalah Dr. Ahmad Khan. Dia adalah
lulusan Summa Cumlaude dari Duke University . Walaupun ia ilmuwan
muda yang tengah menanjak, terlihat cintanya hanya untuk Allah dan
untuk penelitian genetiknya. Ruang kerjanya yang dihiasi kaligrafi,
kertas-kertas penghargaan, tumpukan buku-buku kumal dan kitab suci
yang sering dibukanya, menunjukkan bahwa ia merupakan kombinasi dari
ilmuwan dan pecinta kitab suci.

Salah satu penemuannya yang menggemparkan dunia ilmu pengetahuan
adalah ditemukannya informasi lain selain konstruksi Polipeptida yang
dibangun dari kodon DNA. Ayat pertama yang mendorong penelitiannya
adalah Surat “Fussilat” ayat 53 yang juga dikuatkan dengan
hasil-hasil penemuan Profesor Keith Moore ahli embriologi dari
Kanada. Penemuanny tersebut diilhami ketika Khatib pada waktu salat
Jumat membacakan salah satu ayat yang ada kaitannya dengan ilmu
biologi. Bunyi ayat tersebut adalah sebagai berikut: “…Sanuriihim
ayatinaa filafaaqi wa fi anfusihim hatta yatabayyana lahum annahu
ul-haqq…”
Yang artinya; “Kemudian akan Kami tunjukkan tanda-tanda kekuasaan kami pada
alam dan dalam diri mereka, sampai jelas bagi mereka bahwa ini adalah
kebenaran”.

Hipotesis awal yang diajukan Dr. Ahmad Khan adalah kata “ayatinaa” yang
memiliki makna “Ayat Allah”, dijelaskan oleh Allah bahwa tanda-tanda
kekuasaanNya ada juga dalam diri manusia. Menurut Ahmad Khan ayat-ayat
Allah ada juga dalam DNA (Deoxy Nucleotida Acid) manusia. Selanjutnya ia
beranggapan bahwa ada kemungkinan ayat Alquran merupakan bagian dari gen
manusia. Dalam dunia biologi dan genetika dikenal banyaknya DNA yang hadir
tanpa memproduksi protein sama sekali. Area tanpa produksi ini disebut Junk
DNA atau DNA sampah. Kenyataannya DNA tersebut menurut Ahmad Khan jauh
sekali dari makna sampah.

Menurut hasil hasil risetnya, Junk DNA tersebut
merupakan untaian firman-firman Allah sebagai pencipta serta sebagai tanda
kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir. Sebagaimana disindir oleh Allah;
Afala tafakaruun (apakah kalian tidak mau bertafakur atau menggunakan akal
pikiran?).

Setelah bekerjasama dengan adiknya yang bernama Imran, seorang yang ahli
dalam analisis sistem, laboratorium genetiknya mendapatkan proyek dari
pemerintah. Proyek tersebut awalnya ditujukan untuk meneliti gen kecerdasan
pada manusia. Dengan kerja kerasnya Ahmad Khan berupaya untuk menemukan
huruf Arab yang mungkin dibentuk dari rantai Kodon pada cromosome manusia.
Sampai kombinasi tersebut menghasilkan
ayat-ayat Alquran. Akhirnya pada tanggal 2 Januari tahun 1999 pukul 2 pagi,
ia menemukan ayat yang pertama “Bismillahir Rahman ir Rahiim. Iqra
bismirrabbika ladzi Khalq”; “bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan”
. Ayat tersebut adalah awal dari surat Al-A’laq yang merupakan surat
pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad di Gua Hira. Anehnya
setelah penemuan ayat pertama tersebut ayat lain muncul satu persatu secara
cepat. Sampai sekarang ia telah berhasil menemukan 1/10 ayat Alquran.

Dalam wawancara yang dikutip “Ummi” edisi 6/X/99, Ahmad Khan menyatakan:
“Saya yakin penemuan ini luar biasa, dan saya mempertaruhkan karier saya
untuk ini. Saya membicarakan penemuan saya dengan dua rekan saya; Clive dan
Martin seorang ahli genetika yang selama ini sinis terhadap Islam. Saya
menyurati dua ilmuwan lain yang selama ini selalu alergi terhadap Islam
yaitu Dan Larhammar dari Uppsala University Swedia dan Aris Dreisman dari
Universitas Berlin.

Ahmad Khan kemudian menghimpun penemuan-penemuannya dalam beberapa lembar
kertas yang banyak memuat kode-kode genetika rantai kodon pada cromosome
manusia yaitu; T, C, G, dan A masing-masing kode Nucleotida akan
menghasilkan huruf Arab yang apabila dirangkai akan menjadi firman Allah
yang sangat mengagumkan.

Di akhir wawancaranya Dr. Ahmad Khan berpesan “Semoga penerbitan buku saya
“Alquran dan Genetik”, semakin menyadarkan umat Islam, bahwa Islam adalah
jalan hidup yang lengkap. Kita tidak bisa lagi memisahkanagama dari ilmu
politik, pendidikan atau seni. Semoga non muslim menyadari bahwa tidak ada
gunanya mempertentangkan ilmu dengan agama. Demikian juga dengan ilmu-ilmu
keperawatan. Penulis berharap akan datang suatu generasi yang mendalami
prinsip-prinsip ilmu keperawatan yang digali dari agama Islam. Hal ini
dapat dimulai dari niat baik para pemegang kebijakan (decission maker) yang
beragama Islam baik di institusi pendidikan atau pada level pemerintah.
Memfasilitasi serta memberi dukungan secara moral dan finansial.

====
TERBUKANYA TABIR HATI AHLI FARMAKOLOGI THAILAND

Profesor Tajaten Tahasen, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Chiang Mai
Thailand, baru-baru ini menyatakan diri masuk Islam saat membaca makalah
Profesor Keith Moore dari Amerika. Keith Moore adalah ahli Embriologi
terkemuka dari Kanada yang mengutip surat An-Nisa ayat 56 yang menjelaskan
bahwa luka bakar yang cukup dalam tidak menimbulkan
sakit karena ujung-ujung syaraf sensorik sudah hilang. Setelah pulang ke
Thailand Tajaten menjelaskan penemuannya kepada mahasiswanya, akhirnya
mahasiswanya sebanyak 5 orang menyatakan diri masuk Islam.

Bunyi dari surat An-Nisa tersebut antara lain sebagai berkut;
“Sesungguhnya orang-orang kafir terhadap ayat-ayat kami, kelak akan kami
masukkan mereka ke dalam neraka, setiap kali kulit mereka terbakar hangus,
kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain agar mereka merasakan
pedihnya azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagiMaha Bijaksana.”

Ditinjau secara anatomi lapisan kulit kita terdiri atas 3 lapisan global
yaitu; Epidermis, Dermis, dan Sub Cutis. Pada lapisan Sub Cutis banyak
mengandung ujung-ujung pembuluh darah dan syaraf. Pada saat terjadi
Combustio grade III (luka bakar yang telah menembus sub cutis) salah satu
tandanya yaitu hilangnya rasa nyeri dari pasien. Hal ini disebabkan karena
sudah tidak berfungsinya ujung-ujung serabut syaraf afferent dan efferent
yang mengatur sensasi persefsi. Itulah sebabnya Allah menumbuhkan kembali
kulit yang rusak pada saat ia menyiksa hambaNya yang kafir supaya hambaNya
tersebut dapat merasakan pedihnya azab Allah tersebut. Mahabesar Allah yang
telah menyisipkan firman-firmannya dan informasi sebagian kebesaranNya
lewat sel tubuh, kromosom, pembuluh darah, pembuluh syaraf dsb. Rabbana
makhalqta hada batila, Ya…Allah tidak ada sedikit pun yang engkau
ciptakan itu sia-sia.

===
DARI BAHTERA MENUJU ISLAM

Seorang pakar kelautan menyatakan betapa terpesonanya ia kepada Alquran
yang telah memberikan jawaban dari pencariannya selama ini. Prof. Jackues
Yves Costeau seorang oceanografer, yang sering muncul di televisi pada
acara Discovey, ketika sedang menyelam menemukan beberapa mata air tawar di
tengah kedalaman lautan. Mata air tersebut berbeda kadar kimia, warna dan
rasanya serta tidak bercampur dengan air laut yang lainnya.

Bertahun-tahun ia berusaha mengadakan penelitian dan mencari jawaban
misteri tersebut. Sampai suatu hari bertemu dengan seorang profesor muslim,
kemudian ia menjelaskan tentang ayat Alquran Surat Ar-Rahman ayat 19-20 dan
surat Al-Furqon ayat 53. Awalnya ayat itu ditafsirkan muara sungai tetapi
pada muara sungai ternyata tidak ditemukan mutiara.

Terpesonalah Mr. Costeau sampai ia masuk Islam. Kutipan ayat tersebut
antara lain sebagai berikut:
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan, yang ini tawar
lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antar-keduanya
dinding dan batas yang menghalang (QS Al-Furqon: 53).

Berdasarkan contoh kasus di atas, dapat memberikan gambaran pada kita bahwa
ayat suci Alquran mampu menjelaskan fenomena Cromosome, Anatomi,
Oceanografi, Keperawatan dan antariksa (baca “Jurnal Keperawatan Unpad”
edisi 4, hal 64-70). Sebenarnya masih banyak ayat- ayat Alquran yang
menerangkan fenomena evolution and genetic seperti QS As-Sajdah 4, QS
al-A’raf 53, QS Yusuf 3, QS Hud 7, tetapi karena keterbatasan ruangan pada
kolom ini, serta dengan segala keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang
dimiliki penulis, maka kepada Allah jualah hendaknya kita berharap dan
hanya Allah-lah yang Mahaluas dan Mahatinggi ilmunya. Wallahu a’lam.***